Kamis, 08 Juli 2021

Apa yang Membuatmu Bangga?



Kita tidak memiliki kebaikan sedikit pun, bahkan seumpama mengeluarkan sedekah seribu perak. 

Kita tidak pernah memiliki harta, meski hanya sebutir gula. Apalagi rumah mewah, perhiasan ataupun tanah yang luas. 

Bahkan kita tidak pernah mempunyai ibadah yang disebut pahala, walaupun seberat timbangan debu. Apalagi "berkhayal" menebus syurga dengan pahala sholatmu. 

Mengapa Demikian? 

Sederhana sekali. Banyak orang yang "latah" mengucapkan La Haula Wala Quwwata Illa Billah" yang artinya: Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah.

Lidah mereka menyatakan, tidak memiliki daya dan upaya kecuali dengan izin Allah, namun dalam kenyataannya, mereka sholat seakan memperoleh banyak pahala agar bisa masuk syurga, mereka bersedekah memberi fakir miskin kemudian seakan berhak mendapat pahala supaya mendapat ganjaran masuk syurga. Padahal, di awal kalimat tadi, mereka menyatakan, "Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah." 

Bukankah sangat jelas sekali, kita tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali dengan izin Allah. Lalu, sejak kapan bisa beribadah, bisa sholat atau bisa bersedah? 

Lebih detil lagi. Makhluk hidup, termasuk diri kita, dapat melihat, berbicara, bergerak, berkeinginan hingga melakukan sesuatu karena adanya ruh yang dihidupkan. 

Coba, kita kilas balik ke belakang. Makhluk diciptakan dari setetes air mani, INGAT hanya air! Belum ada darah, daging, tulang, urat, sumsum, rambut, otak, mata, hidung telinga, mata, kaki dll. Semua belum ada, INGAT! 

Lalu, air mani tadi berproses, berubah jadi darah, berbentuk daging, kemudian dikasih mata, hidung, telinga, lengan, kaki dll. 

Ketika sempurna, disebutlah dengan nama manusia. Itu pun masih seonggok tumpukan daging yang tidak bisa berbuat apa-apa. Satu ketika ditiupkan ruh ke dalam tubuh makhluk manusia tadi. Sampai akhirnya terlahir ke dunia. Ruh manusia itupun tidak pernah putus dari kendali (remote control) Sang Maha Pencipta, sampai kapan dia "bersarang" di dalam jasad, dan kapan dia harus dikeluarkan. 

Selama ruh itu "bersarang" di dalan jasad, maka selama itupula si jasad bisa bicara, bisa menangis, bisa tersenyum, bisa bahagia, bisa sholat, bisa bekerja, bisa mendapatkan harta benda, bisa bersedekah dan lain sebagainya. 

Begitu si jasad menjadi kaya dan punya harta, bahkan bisa ibadah, lantas berkata, " Alhamdulillah saya bisa menunaikan ibadah sholat, semoga Allah memberikan pahala dan Allah membalas dengan surga."  Adapula, membagi-bagikan harta, sedekah, seakan menjadi orang yang paling dermawan dengan minta balasan syurga. 

Sejak kapan kalian mampu ibadah, dan bersedekah? Sungguh hebatnya kalian, "mengklaim" perbuatan Allah seakan perbuatan kalian. Lebih parah lagi, meminta imbalan. Wallahu 'alam

Abu Maysuja






Kamis, 15 April 2021

Tahun 2021 = 727.560 Hari, Kematian Itu Dekat Sekali Kawan

Waktu terus berputar, bahkan kadang hampir tidak terasa tiba-tiba malam atau mendadak siang. Kalimat seperti, "udah malam ya...?" atau "astagfirullah..., ternyata sudah jam 2 malam?" bukan kalimat yang asing di telinga. 

Tidaklah heran, diri kita sendiri kadang hampir tidak percaya manakala sadar ternyata sudah berusia 40 tahun, 48 tahun, atau mungkin menyentuh 50 tahun, sehingga sering bilang, "sekarang kita udah tua," meski seakan-akan baru kemarin lulus dari SMA. 

Coba kita renungkan sejenak, saat ini kita berada di tahun Dua Ribu Dua Puluh Satu (2021), sebuah perhitungan waktu setara dengan 727.560 hari (1 tahun = 360 hari x 2021). Artinya, sejak manusia menemukan kalender, sejak itulah terhitung usia dunia yang sudah dijalani manusia dari hari ke hari, bulan hingga tahun ke tahun. Perjalanan waktu yang tak dapat diketahui pasti sejak kapan dimulai, dan entah sampai kapan berhenti. Hanya Allah Yang Maha Tahu.

Lantas, jika usia dunia selama 2021 diumpamakan seperti manusia, berarti saat ini dia berusia remaja yang baru berumur 20 tahun. Kelak usia dewasa berada di tahun 4042 tahun, kemudian di usia renta pada 8084 tahun setara dengan 2.910.240 hari. Apakah dunia akan selama itu? 

Bagi Tuhan Semesta Alam waktu selama itu tidaklah lama, bahkan DIA bisa menjadikan bagai sekejap mata, seperti yang dialami Ashabul Kahfi yang tertidur selama ratusan tahun, namun bagai satu malam. Lalu mengapa para manusia yang hidup di dunia sudah berusia 40 atau 50 tahun, kemudian akan menghabiskan masa hidup antara 25 sampai 30 tahun akan datang merasa seakan waktu yang teramat lama? Tidak hanya itu, adapula yang berangan-angan, hidup kita masih panjang, padahal dia sudah berumur 50 tahun? Apakah bukti yang ditunjukkan Allah Swt kurang cukup, sebagaimana malam tertidur, kemudian pagi terbangun, seakan sesaat padalah melewati malam selama 8 jam. Dan begitu seterusnya, hingga waktunya tiba, usia kita berakhir. 

Saudaraku, kematian itu sangat dekat, Baginda Nabi Muhammad Saw, Sahabat, Tabiin sampai para Auliya Allah sering mengingatkan, hidup di dunia ini hanya sementara, sementara yang cukup singkat. Saking singkatnya kita tidak dapat menduga kematian itu datang kapan saja. Seperti berjalan di kegelapan, kita selalu membayangkan bahwa dinding masih jauh, namun setelah lampu dinyalakan, ternyata dinding berada di depan hidung. Begitulah perumpamaan kematian.(suaralangit011@blogspot.com)