Jumat, 02 Juni 2023

IBU, Aku Mencintaimu Melebihi Jiwaku

Senin menjelang waktu subuh itu, ibuku tampak sedikit merintih di atas ranjang beralaskan serba hijau. Sesekali ia mengucap tasbih dan tahmid. 

Aku mengerti dalam diam, bahwa penyakit jantung yang dideritanya tak mungkin terobati. 

Aku berusaha tenang, sambil memeluk tubuhnya yang ramping, menghadap posisiku yang berjongkok di tepi ranjang. Sambil membacakan doa-doa yang dapat membuatnya diam. 

Wajahnya yang lembut menempel pada lengan kiriku, seraya bibirnya komat-kamit, kadang mengerang menahan sakit,  kadang mengucap dzikir. 

"Ya Allah,  mengapa sakitnya tidak berhenti," ucapnya pelan dengan nada lirih. 

Akupun menjawab dengan sedikit menghibur, "Ma, mama tenang,  sambil terus berdzikir, " bisikku.

Aku telah meyakini betul, tidak lama lagi ibuku akan dijemput Sang Khalik. 

Dia kembali berdzikir tak henti. Tiga saudaraku yang berdiri di tepi ranjang,  terlihat sudah ingin meronta, ingin memuntahkan air mata tatkala menyaksikan keadaan itu. 

Namun aku tak ingin suasana tenang menghantarkan ibuku keharibaan Allah Swt terganggu dengan suara isak tangis.  

Lantas,  aku berikan isyarat kepada saudara-saudaraku agar tetap tenang, dengan meletakkan jari telunjuk ke bibir agar semua tetap diam. 

Kemudian aku berkata dengan setengah berbisik kepada saudara-saudaraku, "Tidak ada yang boleh menangis, tetap khusyuk,  baca sholawat tanpa henti, tanpa harus bersuara," ujarku. 

Berikutnya,  aku meminta salah seorang saudaraku untuk memanggil perawat dan dokter. 

Hanya dalam hitungan detik,  para perawat dan dokter bergegas masuk ruangan,  sambil mendorong perlengkapan medis yang digunakan untuk mengetahui detak jantung.

Mereka berusaha memberikan pertolongan terakhir,  sementara telapak tangan ibuku masih memegang erat telapak tanganku. 

Tidak lama kemudian,  ibuku membuka mata untuk yang terakhir kalinya, lalu ia menutup matanya dengan rapat. 

Keringat dingin terasa saat kuusap di dahi ibuku. Lengan, tubuh dan kedua kakinya masih lemah gemulai,  ketika kami merapikan posisi tidur ibuku untuk selamanya. 

Innalillahi wa inna ilaihi roji'un,  ibuku tersayang telang pulang. Dia ibu terbaik yang dikirim Allah Swt untuk kami. 

Wahai ibuku,  kami bersaksi di hadapan Allah di akherat kelak,  bahwa engkau adalah salah satu hambaNya yang sangat ta'at kepada Allah dan RasulNya. 

Ibu,  kami juga akan menyusul menjumpaimu kelak di waktu yang berbeda. Dan kami ingin tetap bersamamu,  baik kemarin saat di dunia yang fana ini,  maupun di alam baqa nanti yang abadi. Amiin ya Robbal Alamin. 

Denny Setiawan

2 Juni 2023


Kamis, 08 Juli 2021

Apa yang Membuatmu Bangga?



Kita tidak memiliki kebaikan sedikit pun, bahkan seumpama mengeluarkan sedekah seribu perak. 

Kita tidak pernah memiliki harta, meski hanya sebutir gula. Apalagi rumah mewah, perhiasan ataupun tanah yang luas. 

Bahkan kita tidak pernah mempunyai ibadah yang disebut pahala, walaupun seberat timbangan debu. Apalagi "berkhayal" menebus syurga dengan pahala sholatmu. 

Mengapa Demikian? 

Sederhana sekali. Banyak orang yang "latah" mengucapkan La Haula Wala Quwwata Illa Billah" yang artinya: Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah.

Lidah mereka menyatakan, tidak memiliki daya dan upaya kecuali dengan izin Allah, namun dalam kenyataannya, mereka sholat seakan memperoleh banyak pahala agar bisa masuk syurga, mereka bersedekah memberi fakir miskin kemudian seakan berhak mendapat pahala supaya mendapat ganjaran masuk syurga. Padahal, di awal kalimat tadi, mereka menyatakan, "Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah." 

Bukankah sangat jelas sekali, kita tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali dengan izin Allah. Lalu, sejak kapan bisa beribadah, bisa sholat atau bisa bersedah? 

Lebih detil lagi. Makhluk hidup, termasuk diri kita, dapat melihat, berbicara, bergerak, berkeinginan hingga melakukan sesuatu karena adanya ruh yang dihidupkan. 

Coba, kita kilas balik ke belakang. Makhluk diciptakan dari setetes air mani, INGAT hanya air! Belum ada darah, daging, tulang, urat, sumsum, rambut, otak, mata, hidung telinga, mata, kaki dll. Semua belum ada, INGAT! 

Lalu, air mani tadi berproses, berubah jadi darah, berbentuk daging, kemudian dikasih mata, hidung, telinga, lengan, kaki dll. 

Ketika sempurna, disebutlah dengan nama manusia. Itu pun masih seonggok tumpukan daging yang tidak bisa berbuat apa-apa. Satu ketika ditiupkan ruh ke dalam tubuh makhluk manusia tadi. Sampai akhirnya terlahir ke dunia. Ruh manusia itupun tidak pernah putus dari kendali (remote control) Sang Maha Pencipta, sampai kapan dia "bersarang" di dalam jasad, dan kapan dia harus dikeluarkan. 

Selama ruh itu "bersarang" di dalan jasad, maka selama itupula si jasad bisa bicara, bisa menangis, bisa tersenyum, bisa bahagia, bisa sholat, bisa bekerja, bisa mendapatkan harta benda, bisa bersedekah dan lain sebagainya. 

Begitu si jasad menjadi kaya dan punya harta, bahkan bisa ibadah, lantas berkata, " Alhamdulillah saya bisa menunaikan ibadah sholat, semoga Allah memberikan pahala dan Allah membalas dengan surga."  Adapula, membagi-bagikan harta, sedekah, seakan menjadi orang yang paling dermawan dengan minta balasan syurga. 

Sejak kapan kalian mampu ibadah, dan bersedekah? Sungguh hebatnya kalian, "mengklaim" perbuatan Allah seakan perbuatan kalian. Lebih parah lagi, meminta imbalan. Wallahu 'alam

Abu Maysuja






Kamis, 15 April 2021

Tahun 2021 = 727.560 Hari, Kematian Itu Dekat Sekali Kawan

Waktu terus berputar, bahkan kadang hampir tidak terasa tiba-tiba malam atau mendadak siang. Kalimat seperti, "udah malam ya...?" atau "astagfirullah..., ternyata sudah jam 2 malam?" bukan kalimat yang asing di telinga. 

Tidaklah heran, diri kita sendiri kadang hampir tidak percaya manakala sadar ternyata sudah berusia 40 tahun, 48 tahun, atau mungkin menyentuh 50 tahun, sehingga sering bilang, "sekarang kita udah tua," meski seakan-akan baru kemarin lulus dari SMA. 

Coba kita renungkan sejenak, saat ini kita berada di tahun Dua Ribu Dua Puluh Satu (2021), sebuah perhitungan waktu setara dengan 727.560 hari (1 tahun = 360 hari x 2021). Artinya, sejak manusia menemukan kalender, sejak itulah terhitung usia dunia yang sudah dijalani manusia dari hari ke hari, bulan hingga tahun ke tahun. Perjalanan waktu yang tak dapat diketahui pasti sejak kapan dimulai, dan entah sampai kapan berhenti. Hanya Allah Yang Maha Tahu.

Lantas, jika usia dunia selama 2021 diumpamakan seperti manusia, berarti saat ini dia berusia remaja yang baru berumur 20 tahun. Kelak usia dewasa berada di tahun 4042 tahun, kemudian di usia renta pada 8084 tahun setara dengan 2.910.240 hari. Apakah dunia akan selama itu? 

Bagi Tuhan Semesta Alam waktu selama itu tidaklah lama, bahkan DIA bisa menjadikan bagai sekejap mata, seperti yang dialami Ashabul Kahfi yang tertidur selama ratusan tahun, namun bagai satu malam. Lalu mengapa para manusia yang hidup di dunia sudah berusia 40 atau 50 tahun, kemudian akan menghabiskan masa hidup antara 25 sampai 30 tahun akan datang merasa seakan waktu yang teramat lama? Tidak hanya itu, adapula yang berangan-angan, hidup kita masih panjang, padahal dia sudah berumur 50 tahun? Apakah bukti yang ditunjukkan Allah Swt kurang cukup, sebagaimana malam tertidur, kemudian pagi terbangun, seakan sesaat padalah melewati malam selama 8 jam. Dan begitu seterusnya, hingga waktunya tiba, usia kita berakhir. 

Saudaraku, kematian itu sangat dekat, Baginda Nabi Muhammad Saw, Sahabat, Tabiin sampai para Auliya Allah sering mengingatkan, hidup di dunia ini hanya sementara, sementara yang cukup singkat. Saking singkatnya kita tidak dapat menduga kematian itu datang kapan saja. Seperti berjalan di kegelapan, kita selalu membayangkan bahwa dinding masih jauh, namun setelah lampu dinyalakan, ternyata dinding berada di depan hidung. Begitulah perumpamaan kematian.(suaralangit011@blogspot.com)















Sabtu, 07 November 2020

Ketika Siti Fatimah Azzahra Mengadu kepada Rasulullah


Suatu ketika Sayyiditina Fatimah Azzahra (putri Rasulullah Saw), sedang berkeluh kesah kepada Rasulullah Saw,  dengan keluhan seperti ini, "Wahai Rasulullah,  apakah putrimu ini boleh mencari seorang budak untuk membantu, melayani pekerjaan di rumah."

Rasulullah Saw pun bersabda dengan bertanya balik, "apa gerangan yang membuatmu mengeluhkan hal ini? Bukankah pekerjaan yang kau lakukan untuk meraih keridhoan suami,  satu tetes keringatmu menjadi saksi di akherat kelak sebagai bentuk bhaktimu kepada suami, " jawab Rasulullah Saw.  

Di kesempatan lain,  Rasulullah Saw mendatangi tempat tinggal putrinya. Kala itu Sayyiditina Fatimah sedang memutar batu hitam untuk menggiling gandum, dengan penuh berkeringat.  Kemudian Rasulullah Saw meminta putrinya berhenti melakukan itu,  seraya memerintahkan batu hitam tersebut untuk berputar dengan sendirinya.  "Wahai batu hitam berputarlah, " perintah Rasulullah.  Serta merta batu hitam itu berputar dengan sendirinya,  kemudian Rasulullah Saw kembali memerintahkan untuk berhenti.  

Rasulullah Saw,  kembali bersabda,  "wahai putriku..,  seandainya batu hitam itu tidak kuperintahkan berhenti,  dia akan terus berputar hingga akhir zaman."  Seketika itu Sayyiditina Fatimah menangis,  menyesali keluh kesah di hari sebelumnya.

Kabar Sayyiditina Fatimah Azzahra yang telah mengeluhkan keadaanya kepada Baginda Rasulullah Saw sampai ke telinga sang suami, Sayyidina Ali bin Abu Thalib. Hal itu membuat Sayyidina Ali menjadi marah. Kemarahan Sayyidina Ali bin Abu Thalib pun telah diketahui istrinya,  Sayyiditina Fatimah Azzahra. 

Fatimah Azzahra berusaha memohon ampunan dari suaminya, bahkan berusaha menghibur untuk meredakan kemarahan sang suami. Bahkan hingga Siti Fatimah Azzahra meneteskan air mata.

Dari kisah di atas dapat ditarik kesimpulan, betapa tingginya derajat seorang suami di mata istri.  Bahkan Baginda Rasulullah Saw pun memberikan teladan kepada putrinya agar tetap berbhakti dengan suami. Wallahu 'alam bishawab. 

Allah pun Bersholawat

 


"Innallaha wa malaikatahu yushollu na 'alannabi.., ya ayyuhalladzii na amanu shollu 'alaihi wasallimu tasliima... "

"Bahwasanya Allah dan para malaikat bersholawat kepada Nabi......

Allah tidak hanya memerintahkan,  tetapi Allah juga telah mencontohkan agar bersholawat kepada Baginda Rasulullah Saw.  

Bukankah sangat jelas, Tuhan Semesta Alam telah meninggikan derajat Baginda Nabi Muhammad Saw, dengan derajat yang sangat mulia. Bahkan di dalam Alquran,  Allah berulangkali menyebut Nabi Baginda Rasul dengan sebutan-sebutan yang indah, berbeda dengan sebutan terhadap nabi-nabi lainnya. Dia Yang Maha Tinggi acapkali memanggil dengan bahasa kasih,  Ya.. Habibi (Wahai KekasihKU)..,  Ya Muddatsir (Wahai Orang Berselimut) ,  Ya.. Mursalin (Wahai Pemimpin Rasul), tidak seperti Ya..Sulaiman,  Ya...Nuh...,  Ya..Adam.. 

Sungguh sangat elok,  manakala dua kalimah syahadat disebut dengan "Asyhadualla ilaha illallah,  wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah... ", mengapa Allah tidak menjadikan dua kalimah syahadat dengan kalimah semisal "Asyhadu alla ilaha illallah.. wa asyahadu anna Adamarasulullah.. ?"

Allah telah berfirman, kemudian disampaikan Baginda Rasul hingga menjadi sebuah mashaf Alquran.  Kemudian Baginda Rasul menjelaskan dalam bentuk untaian kalimat hingga menjadi rangkaian hadits,  lalu berbuat apajuapun yang menjadi sunnah.  Bahkan duduk dan berdiri Rasul adalah sunnah yang agung.  

Sosok Baginda Rasul yang nyata,  tak memiliki cela sedikitpun hingga wajahnya yang bercahaya tak dapat digambarkan dalam sebuah kanvas. Siapapun dia hanya bisa menengadah ke langit,  membayangkan, lalu tersenyum sendiri, seolah-olah pernah menyaksikan keindahan wajah Baginda Rasul dalam pikiran. Atau tertunduk sendiri sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangan,  sambil menangis tersedu-sedu.  

Tangisan rindu akan senantiasa menghiasi tengah malam yang sunyi. Bathinnya meronta-ronta, menghujam ke lubuk hati,  seraya berbisik... "Wahai Nabiku...,  aku sangat merindukanmu. Air mataku tak cukup untuk menghapus kerinduan ini.  Biarkan rinduku terus bersemi hingga usiaku pergi dimakan waktu."

Saudaraku... aku tidak akan melihat dirimu sebagaimana manusia lainnya yang hanya terdiri dari sekumpulan daging dan tulang yang berdiri. Kalian telah mengandung "kesucian" yang tidak dipahami sebagian besar manusia lainnya. 


Tuhanku telah mewujudkan Baginda Rasul dengan segala kesucian.  Di situ tampak sifat pemurah,  keelokan, kemuliaan yang tidak bisa dibanding.  Dia mampu memberi syafaat kepada makhluk lain dengan penuh keleluasaan.  Karena dia mazhar Tuhanku Yang Maha Esa.  Wallahu 'alam bishawab. (*)





Rabu, 28 Oktober 2020

Tanyakan, Siapa Dirimu?

 

Sabda Baginda Nabi Muhammad Saw yang satu ini sudah sangat familiar di kalangan para "Pecinta Tuhan..." 

Bunyinya begini :

"Ana abal arwah wa Adamul abu basar.  "Aku adalah bapak dari sekalian ruh dan Adam (Nabi Adam) adalah bapak dari sekalian jasad."

Jasad makhluk meiliputi darah,  daging,  urat,  tulang,  sumsum,  mata,  hidung,  telinga,  mulut,  otak dan lain-lain.  Manakala seluruh organ tubuh itu disatukan,  lantas apakah dia sudah bisa disebut hidup? Mereka hanya se-onggok tumpukan daging,  tulang dan lain-lain,  tanpa ruh dia bukanlah apa-apa.

Kemudian, dia dianugerahi ruh,  sehingga memiliki sifat hidup, melihat,  bicara,  mendengar dan lain-lain. Lantas,  mengapa mereka menjadi angkuh,  hanya karena perbandingan lebih muda dan tua,  lebih cantik dan buruk rupa,  lebih pintar dan bodoh,  kaya dan miskin atau terhormat dan jelata?  

Usia jasad mereka memang tak bisa dipungkiri telah menua,  tetapi apakah ruh mereka juga mengalami hal yang sama?  Jawabannya tentu tidak.  Karena ruh tidak berbentuk seperti jasad, tidak bisa diklasifikasi seperti bentuk yang dapat menua, makanya setelah seluruh makhluk melewati fase kematian,  mereka akan dibangkitkan dengan usia yang sama, yakni 18 tahun.  Itulah satu "lapisan" diri makhluk setelah jasad yang bernama ruh.  

Lalu,  siapa sebetulnya ruh ini,  seperti apa bentuk dan rupanya? Ruh bukan berarti sama berwujud seperti jasad,  sebagaimana hidung dan nafas (angin) yang dapat dibayangkan bentuk dan rupanya.  

Sekarang kembali pada Sabda Baginda Rasul,  "Ana abal arwah.... aku adalah bapak dari sekalian ruh." Pertanyaannya,  apakah ruh kita juga bagian dari ruh Baginda Rasulullah Saw? Jawabannya adalah betul sekali.  Inilah pengetahuan dasar tentang siapa diri kita,  tetapi ini baru lapisan pertama yang berada di permukaan, belum masuk pada hakikat diri yang paling rahasia.  Namun setidaknya,  apabila seseorang mengenal asal permulaan ruh,  dia akan senantiasa mengingat Baginda Rasulullah Saw yang haq! Dia takkan pernah terpisah dengan Baginda Rasulullah Saw, hingga ajal menjemput,  dibangkitkan dari kematian serta menjalani hidup di akherat kelak.  Karenanya,  temukanlah orang yang telah mengenal dirinya,  mencintai dirinya,  serta mereka yang mampu membedakan antara diri yang terkubur di dalam tanah dan diri yang abadi untuk DICINTAI. Agar engkau tidak keliru menempatkan CINTA yang sesungguhnya,  bukan kepada mereka yang tidak mengenal dirinya. Karena mereka yang tidak mengenal dirinya,  tak ubahnya seperti hewan, bilamana mati,  dia hanya menjadi bangkai. Inilah sebaik-baik harta yang tidak pernah pupus hingga bertemu kepada Sang Khalik,  yaitu ilmu mengenal diri. Wallahu'alam bisshawab.  


Minggu, 09 Agustus 2020

Mengenang Walikota Nadjmi Adhani

Walikota Banjarbaru, Drs. Nadjmi Adhani

Banyak sekali kenangan (in memorian) baik yang dirasakan seluruh masyarakat Kota Banjarbaru dari mendiang Walikota Banjarbaru, Drs. H Najdmi Adhani. Salah satu yang utama selalu dipikirkannya adalah tentang warga Kota Banjarbaru. Terlebih saat wabah viru Covid-19 melanda seluruh daerah, dia selalu mengingatkan dan menjaga masyarakatnya agar waspada, supaya terhindar dari wabah yang sangat meresahkan tersebut. Tidak mengherankan, seluruh masyarakat Kota Banjarbaru merasakan sangat kehilangan atas kepergiannya. 

BANJARBARU, koranbanjar.net - Hampir segenap masyarakat Kota Banjarbaru telah pernah merasakan sentuhan kebaikan dari Walikota yang dikenal ramah  ini. Hal demikian juga pernah dirasakan unsur manajemen PT. Media Banjar Grup (koranbanjar.net) yang berkesempatan melalukan audence terakhir kali ke kediamannya sekitar dua bulan yang lalu di Kota Banjarbaru. 

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Utama koranbanjar.net, Denny Setiawan didampingi jajaran redaksi telah disambut mendiang Walikota Banjarbaru dan Wakil Walikota Banjarbaru, Drs. Nadjmi Adhani dan Darmawan Jaya Setiawan. 

Seperti biasanya, mendiang Nadjmi Adhani langsung menerima penuh keramahan, bahkan menawarkan suguhan minum. Rendah hati dan apa adanya, itulah salah satu ciri khas Nadjmi Adhani. "Om..mau minum apa, kopi atau teh," tanyanya dengan lembut. 

https://koranbanjar.net/in-memorian-walikota-nadjmi-adhani-selalu-memikirkan-warga/

Justru jajaran manajemen koranbanjar.net yang agak sungkan mendapati perlakuan yang sangat ramah itu. 

Dalam kesempatan itu, unsur manajemen koranbanjar.net bersama Nadjmi Adhani dan Darmawan Jaya Setiawan banyak yang diperbincangkan. Mulai dari penanggulangan virus Covid-19 di Kota Banjarbaru hingga pemberlakuan New Normal secara bertahap, agar ekonomi rakyat menengah ke bawah di Kota Banjarbaru dapat berjalan normal secara berkala. 

"Kami berusaha menjaga dan mencegah masyarakat kami agar terhindar dari Covid-19. Namun kami juga berharap ekonomi rakyat dapat pulih secara bertahap atau pelan-pelan. Karena kami sangat memikirkan keadaan kesehatan, dampak sosial dan dampak ekonomi bagi masyarakat kami," ungkapnya. 

https://koranbanjar.net/banjarbaru-berkabung-walikota-banjarbaru-nadjmi-adhani-wafat/

Sementara itu, seorang warga Kota Banjarbaru yang menjalani masa karantina karena terinpeksi virus Covid-19 (nama dirahasiakan, red) pernah mengungkapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada Pemerintah Kota Banjarbaru dalam hal ini kepada mendiang Walikota Banjarbaru, Nadjmi Adhani. 

"Selama masa karantina, kami sangat mendapat perhatian dari Walikota. Tidak hanya soal perawatan dan obat-obatan, tapi urusan kebutuhan makanan yang bergizi juga sangat diperhatikan," ungkap eks pasien Covid-19 tersebut. 

Kini setelah menjalani masa karantina dan perawatan, si pasien tersebut sudah sembuh total. 

Tak berbeda dengan pendapat masyarakat lainnya yang notabene merasakan kebaikan Nadhmi Adhani. Seperti yang pernah dirasakan advokat asal Martapura, Supiansyah Darham, SH. 

"Beliau orang baik, ramah dengan siapapun. Saya kenal dan berteman sejak beliau di Banjarmasin,  dulu beliau sekolah di SMAN 1 Mulawarman Banjarmasin. Mari kita hadiahkan surah Al Fatihah kepada beliau," ucap Supi.(ff)