Suatu ketika Sayyiditina Fatimah Azzahra (putri Rasulullah Saw), sedang berkeluh kesah kepada Rasulullah Saw, dengan keluhan seperti ini, "Wahai Rasulullah, apakah putrimu ini boleh mencari seorang budak untuk membantu, melayani pekerjaan di rumah."
Rasulullah Saw pun bersabda dengan bertanya balik, "apa gerangan yang membuatmu mengeluhkan hal ini? Bukankah pekerjaan yang kau lakukan untuk meraih keridhoan suami, satu tetes keringatmu menjadi saksi di akherat kelak sebagai bentuk bhaktimu kepada suami, " jawab Rasulullah Saw.
Di kesempatan lain, Rasulullah Saw mendatangi tempat tinggal putrinya. Kala itu Sayyiditina Fatimah sedang memutar batu hitam untuk menggiling gandum, dengan penuh berkeringat. Kemudian Rasulullah Saw meminta putrinya berhenti melakukan itu, seraya memerintahkan batu hitam tersebut untuk berputar dengan sendirinya. "Wahai batu hitam berputarlah, " perintah Rasulullah. Serta merta batu hitam itu berputar dengan sendirinya, kemudian Rasulullah Saw kembali memerintahkan untuk berhenti.
Rasulullah Saw, kembali bersabda, "wahai putriku.., seandainya batu hitam itu tidak kuperintahkan berhenti, dia akan terus berputar hingga akhir zaman." Seketika itu Sayyiditina Fatimah menangis, menyesali keluh kesah di hari sebelumnya.
Kabar Sayyiditina Fatimah Azzahra yang telah mengeluhkan keadaanya kepada Baginda Rasulullah Saw sampai ke telinga sang suami, Sayyidina Ali bin Abu Thalib. Hal itu membuat Sayyidina Ali menjadi marah. Kemarahan Sayyidina Ali bin Abu Thalib pun telah diketahui istrinya, Sayyiditina Fatimah Azzahra.
Fatimah Azzahra berusaha memohon ampunan dari suaminya, bahkan berusaha menghibur untuk meredakan kemarahan sang suami. Bahkan hingga Siti Fatimah Azzahra meneteskan air mata.
Dari kisah di atas dapat ditarik kesimpulan, betapa tingginya derajat seorang suami di mata istri. Bahkan Baginda Rasulullah Saw pun memberikan teladan kepada putrinya agar tetap berbhakti dengan suami. Wallahu 'alam bishawab.