Jumat, 15 Mei 2020

Dia adalah Ahmad, yang Sangat Kasih Sayang


Dengan namaMu yang Maha Agung, Allah Robbul Izzati, Tuhan sekalian alam.
KenyataanMu yang suci sungguh tampak dan jelas pada penciptaan Baginda Rasul.
Dia ada sebelum semua ada...
Dia pemberi syafaat bagi rasul-rasul yang lain..
KAU kasihi dirinya sebagaimana diriMU yang Maha Nyata.
Dia tak pernah terdinding oleh apa juapun dari KemahabesaranMU.
Dia terpuji lagi memuji..
Bagaimana mungkin, lisannya melontarkan kalimat yang buruk? Karena ucapannya adalah firmanMU yang Maha Benar.
Bagaimana mungkin, perbuatannya keliru, jika kedip matanya pun adalah ketentuanMU.
Sungguh hanya mereka yang "buta" bila diriMU dan dia masih berjarak.
KAU tampakkan kasih sayang yang tiada terbatas kepada umatnya, hingga menjelang ajal dia pun bersabda, "Ummati...Ummati...Ummati...."
Kelak di hari kebangkitan, pertama-tama bangkit dari tidur dia pun akan kembali bertanya, "wahai Tuhanku...bagaimana nasib ummatku....?"
Dia akan sujud di hadapanMU dengan satu permohonan," Tuhanku...selamatkan ummatku."

KAU jelaskan dengan sumpahMU, "KU haramkan syurga, melainkan umatnya sudah ada di dalam."
Hanya dengan namanya yang terpuji KAU berikan jaminan atas keselamatan umatnya.
Betapa agung dan mulia dirinya di sisi MU.
Apa gerangan hingga KAU jadikan ia kekasihMU? Kekasih yang saling mengasihi tanpa batas dan perbedaan, laksana diriMu yang sedang berada di hadapan cermin.
Wahai Tuhan sekalian Alam
KAU sembunyikan ia di antara firmanMU yang Maha Benar, sebagaimana, "bahwa muslim itu adalah bersaudara. Mukmin yang menyakiti mukmin lainnya, laksana menyakiti diri sendiri."
Bait demi bait dalam Alquran yang suci, KAU sisipkan rahasia diriMU yang ghaib pada kenyataan kekasihmu yang mulia bernama Ahmad, hingga menjadi pembawa risalah adalah Muhammad Shollallahu alaihi wasallam. Wallahu 'alam bisshawab.(*)

Minggu, 10 Mei 2020

Dialog Jasad dan Ruh


Hari sudah semakin senja, matahari terus bergeser menanti masa berpamitan.
Dia akan tenggelam berganti dengan sang rembulan. Matahari itu akan beristirahat di peraduan, sedangkan bulan memulai kisah dan mimpi bahagia atau duka yang menjadi nyata.

Lalu matahari berkata kepada bulan, "kini tiba saatnya masaku berakhir, lanjutkan masaku menuju keabadian. Jasadku terkubur di antara kegelapan. Wahai bulan, engkau adalah jiwaku yang akan bersujud penuh kebisuan. Tak ada mentari, tak ada terik dan tak ada mendung. Yang ada hanya diam menanti keputusan Sang Penentu."

Bulan pun menjawab, "wahai matahari, fajar telah kau lewati, pagi kau lalui hingga sore kau hampiri. Kini senja itu sudah semakin dekat. Kau takkan bisa mengelak dari waktu yang segera habis. Mintalah kepada Tuhan kita, bahwa diriku akan membawa kabar baik. Kabar baik tentang masamu di siang hari yang telah menerangi seluruh alam, memberikan kesehatan dan kesejukkan bagi insan. Akan aku sampaikan pertanggungjawaban sebagai pengganti dirimu di hadapan Yang Maha Adil."

Baca Juga: https://koranbanjar.net/kisah-hikmah-14-imam-ghazali-dan-seekor-lalat-yang-kehausan/

Saudaraku...
Demikianlah masa yang akan kita lewati, bak matahari sebagai perumpamaan jasad dan rembulan sebagai ruh. Pagi itu pasti berlalu diganti siang, siang akan menuju sore, sore mendatangi senja hingga matahari terbenam.

Ruh yang menjadi bulan purnama akan menerangi malam yang gelap (kubur). Tapi ruh yang penuh kegelapan akan tertutup awan (dosa-dosa).

Takdir kita pasti menjumpai kematian. Tak satupun makhluk yang mampu mengelak atau menunda meski sesaat. Saudara, kerabat, sahabat dan teman kita satu-persatu telah menghadap. Apakah berdiri maupun duduk, kita pasti dihadapkan pada pertanggungjawaban semasa hidup.

Pertanyaan demi pertanyaan yang menggelegar dari dua malaikat penanya pasti datang. Suasana mencekam di antara kegelapan membuat kita dalam ketakutan. Semua tak bisa kita hindari, semua pasti terjadi. Sebelum terlambat, tempuhlah jalan untuk menemukan jiwa yang tenang. Wallahu 'alam bishshawab.

Baca Juga: https://koranbanjar.net/kisah-hikmah-13-wali-allah-dan-rahib-ber-adu-menahan-lapar/

Rabu, 06 Mei 2020

Manaqib Tuan Guru Muhammad Nur (1); Wali Allah Dzuriat Ke-5 Dari Abdul Hamid Abulung



Tuan Guru Muhammad Nur Takisung bin Tuan Guru Ibrahim Khaurani

DI kalangan tokoh ulama Banjar di Kalimantan Selatan, Tuan Guru Muhammad Nur Takisung merupakan seorang wali Allah yang memiliki maqam sangat mulia di hadapan Allah Swt. Akan tetapi tidak banyak masyarakat Kalimantan Selatan yang mengenal lebih detil tentang keseharian maupun silsilah ulama yang satu ini. Karena itu, untuk menambah wawasan atau khazanah perjalanan sosok seorang wali Allah di Kalimantan Selatan, penulis akan mencoba menguraikan manaqib singkat tentang Al Mukarram Al Arifbillah, Tuan Guru Muhammad Nur Takisung.

Tuan Guru Muhammad Nur yang dikenal dengan tambahan nama di ujung, yakni Takisung disebabkan karena telah tinggal di pesisir Pantai Takisung, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut. Sesungguhnya, kedua orangtuanya merupakan penduduk asli Desa Teluk Selong Seberang, Martapura, Kabupaten Banjar.



Hanya sedikit orang yang mengenal silsilah Tuan Guru Muhammad Nur Takisung. Dia merupakan anak dari Syekh Ibrohim Khaurani bin Syekh Muhammad Amin bin Syekh Abdullah Khatib bin Syekh Abul Hamim bin Syekh Abdul Hamid Abulung (bermakam di Desa Sungai Batang Seberang, Kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar). Atau dengan kata lain, Tuan Guru Muhammad Nur adalah dzuriat ke 5 dari Syekh Abdul Hamid Abulung.

Tuan Guru Muhammad Nur Takisung dilahirkan di Kediri, Jawa Timur pada tahun 1918 masehi. Kemudian wafat di Desa Takisung, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, pada Rabu, 25 Jumaddil Awal 1414 H atau 10 November 1993 Hijriah, tepatnya di usia 75 tahun.

Sekarang tokoh ulama yang membimbing ilmu untuk dekat kepada Sang Khalik, melalui 3 thoriqat gabungan, thoriqat nuqsabandiyah, syadzaliah dan qadariyah ini telah bermakam persis di depan rumahnya di Desa Takisung, tak jauh dari lokasi objek wisata Pantai Takisung. Begitu pula dengan orangtuanya, Syekh Ibrohim Khaurani juga bermakam di sekitar pesisir Pantai Takisung.

Tuan Guru Muhammad Nur Takisung memiliki beberapa istri, satu di antaranya yang memiliki dzuriat cukup banyak dari istri yang bernama Syariah. Hingga sekarang istrinya yang satu ini masih hidup dan tinggal di rumah yang ditempati Tuan Guru Muhammad Nur semasa hidup di Takisung.


Adapun dzuriat atau anak-anak dari Tuan Guru Muhammad Nur Takisung, yakni Badi’ul Jamil, Noorsehat, Haji Syaifuddin, Haji Abdul Hamid, Hamidah, Haji Abdullah Mukti, Haji Abul Hamim, Abdurrahim, Abu Bakar dan Umar Sadjali. Sebagian besar anak-anak Tuan Guru Muhammad Nur Takisung bermukim di Desa Takisung, Kabupaten Tanah Laut.

Semasa zaman penjajahan, Tuan Guru Muhammad Nur merupakan seorang pejuang revolusi. Dia mendapat gemblengan tentang Ilmu Tauhid dari orangtuanya, Syekh Ibrohim Khaurani.

Sebelum menetap membuka pengajian thoriqat di Takisung, Tuan Guru Muhammad Nur juga sempat berkhalwat untuk melazimkan ilmu tauhidnya di Desa Kintap. Bahkan di sana dia sempat mengajarkan ilmu thoriqat kepada sejumlah muridnya. Tidak jarang murid-muridnya menjumpai kejadian yang tidak lazim atau karomah yang muncul dari perbuatan Tuan Guru Muhammad Nur Takisung.

Salah satunya, ketika itu Tuan Guru Muhammad Nur Takisung bersama murid-muridnya melakukan perjalanan dari Kintap menuju Takisung. Di pertengahan jalan, tiba-tiba mobil yang ditumpangi kehabisan bahan bakar. Sementara titik lokasi terhentinya mobil tersebut sangat jauh dari keramaian untuk bisa membeli bahan bakar. Kemudian, Tuan Guru Muhammad Nur Takisung mengambil air sungai dengan menggunakan ember, kemudian memasukkan air tersebut ke dalam tangki mobil. Dengan izin Allah, mobil tersebut bisa hidup kembali, hingga sampai ke tujuan, rumahnya di Desa Takisung.(bersambung)

Kisah Wali Allah dan Rahib Adu Kuat Menahan Lapar


Wali Allah (Ilustrasi)

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, di negeri Mesir pernah terjadi dua makhluk manusia yang sedang ber-adu menahan lapar. Seorang wali Allah bernama Abu Bakr Al Farghani telah mengajak seorang rahib untuk sama-sama menahan lapar. Setelah mereka berdua menjalani sekitar 41 hari, dan ternyata hanya satu dari mereka yang mampu bertahan.

Abu Bakr Al Farghani adalah seorang ahli ibadah yang tidak memiliki apa-apa. Walaupun begitu, dia menampakkan diri sebagai seorang saudagar. Ia memakai pakaian rangkap berwarna putih, mengenaikan surban dan sandal bersih di tangannya ada kunci besar yang bentuknya indah. Sedangkan Al Farghani sendiri tidak memiliki rumah dan tidur dari masjid ke masjid. Namun karena penampilannya, masyarakat umum memandang Al Farghani sebagai seorang saudagar, hanya kalangan khusus saja yang mengetahui hakikat keadaan ahli ibadah ini.

Suatu saat, Al Farghani melakukan perjalanan ke Mesir dengan pakaian indahnya tersebut. Para ahli ibadah pun tahu bahwa yang datang adalah ahli ibadah, hingga mereka berkumpul untuk mendengar petuahnya.


Sampai pada suatu saat Al Farghani melakukan perjalanan dengan diikuti oleh ahli ibadah yang lain. Karena tidak tahan, banyak ahli ibadah yang berhenti dan tidak sanggup mengikuti perjalanan kecuali sedikit. Sampai akhirnya Al Farghani bertanya kepada mereka,”Apakah kalian merasa lapar?” Mereka yang mengikuti perjalanan pun mengiyakan.

Akhirnya rombongan itu bersitirahat di sebuah kampung yang terdapat baiara para rahib. Melihat rombongan itu, seorang rahib menyeru kepada rahib-rahib lainnya,”Berilah makanan kepada para rahib Muslim ini, sesungguhnya ada sebagaian dari mereka yang tidak sabar terhadap rasa lapar”.

Al Farghani pun tersinggung dengan ucapan rahib tersebut, hingga ia menyampaikan,”Wahai rahib, apakah engkau sudah mengetahui ilmu mengenai bersabar dalam lapar?” Rahib itu pun bertanya,”Bagaimana?”


Al Farghani pun menjawab,”Wahai rahib, turunlah dari biaramu dan makanlah sesukamu, kamudian ikutlah bersamaku untuk masuk ke dalam sebuah ruangan untuk dikunci dan tidak membawa apa-apa kecuali air untuk kita bersuci. Barang siapa tidak tahan, maka ia memberi tanda untuk keluar dan mengikut ajaran temannya yang masih tetap dalam kondisi semula. Sedangkan aku sudah tiga hari tidak mencium bau makanan”.

Akhirnya Al Farghani dan rahib pun sepakat untuk masuk ruangan kosong dan terkunci, sedangkan para ahli ibadah dan para rahib lain mengamati terus-menerus. Dan selama 40 hari mereka tidak melihat ada tanda apa-apa.

Sampai akhirnya di hari ke 41, terdengar suara ketukan pintu dari dalam ruangan itu dan ketika dibuka, maka yang muncul adalah rahib yang meminta pertolongan. Mereka yang berada di sekitarnya pun segera memberi minum sedangkan Al Farghani hanya melihat saja.

Tak lama kemudian rahib pun kembali kepada Al Farghani dan mengucap,”Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”.

Setelah itu, Al Farghani pun memberi nasihat kepada para rahib yang berada di biara itu, hingga akhirnya seluruhnya mengikrarkan diri untuk masuk Islam.

Dan Al Farghani akhirnya kembali ke Baghdad bersama para ahli ibadah dan para rahib yang telah masuk Islam.(Thabaqat Al Auliya, hal. 304)

Bersangka Baik dengan "Orang Gila"

Ilustrasi

Bersangka baik dengan orang-orang yang terlihat baik tentu tidaklah sulit. Tapi bagaimana jika bersangka baik terhadap orang yang berpenampilan seperti orang gila? Nah, kisah ini adalah kisah nyata yang terjadi di Kota Martapura, Kalimantan Selatan, yang dialami seorang pemuda kita sebut Abdullah (bukan nama sebenarnya).

Abdullah, seorang pemuda yang sederhana, dia rajin menuntut ilmu agama untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu ilmu yang sedang diamalkan dan dijaganya, yakni belajar untuk senantiasa bersangka baik dari semua makhluk.

Dia bertekad untuk riyadhoh (melatih diri) agar membuang jauh-jauh sangka buruk kepada siapapun. Karena dia meyakini, segala sesuatu yang datang di dunia ini merupakan kehendak Allah Swt.

Baca Juga : https://koranbanjar.net/kisah-hikmah-12-sangka-baik-yang-diuji-dengan-orang-gila/

Suatu ketika di hari Jumat, dia menunaikan sholat Jumat. Sebelum adzan berkumandang, dia sudah memasuki sebuah masjid dan duduk di shaf tengah ruang masjid. Setibanya di ruang masjid, dia langsung menunaikan sholat sunnah rawatib qobliyah Jumat. Usai sholat sunnah rawatib, tiba-tiba muncul pria setengah baya yang berpenampilan agak aneh di depannya, kemudian langsung melaksanakan sholat sunnah pula.

Abdullah memperhatikan pria tersebut dengan penuh selidik. Perawakan pria itu agak kurus, rambutnya cepak yang hampir sudah tidak hitam lagi. Dia mengenakan baju kemeja warna biru lengan pendek. Yang menjadi perhatian Abdullah, kemeja yang dikenakan pria itu sudah agak kumal, kancing baju pun tidak dikenakan dengan rapi, melainkan timpang sebelah.

Bukan cuma itu, si pria misterius tersebut juga mengenakan sarung bercorak kotak-kotak, kemudian dipakai dengan gulungan hampir menyentuh lutut atau sedikit ke bawah dari lutut, dengan kondisi timpang pula. Tidak sekadar itu, warna kulit pria tersebut agak hitam, kemudian di lengannya penuh dengan panu. Penampilan pria itu sekilas seperti orang yang tidak waras atau gila.

Abdullah berusaha mengendalikan hatinya agar tetap istiqomah bersangka baik. Dia hanya menundukkan kepala. Namun begitu pria itu selesai sholat sunnah, dia berpaling dan menyodorkan telapak tangan, tanda untuk bersalaman. Anehnya, Abdullah reflek menyambut jabat tangannya serta menundukkan kepala dan mencium tangan lelaki aneh itu.

Bahkan tatkala si pria misterius menadahkan tangan untuk berdoa, Abdullah pun seketika secara spontan ikut memgaminkan.

Baca Juga : https://koranbanjar.net/kisah-hikmah-9-allah-siapkan-bumi-sebagai-permadani-sufi-bisyr-malu-berjalan-pakai-alas-kaki/

Tidak lama kemudian khatib mulai melaksanakan khutbah, kemudian diteruskan dengan sholat Jumat berjamaah. Usai sholat Jumat, hati Abdullah bergolak, antara menilai lelaki aneh itu seperti orang tidak waras dan menduga lelaki itu sebagai orang sholeh yang sedang menyembunyikan identitas dirinya. Lagi-lagi Abdullah berusaha meluruskan hatinya untuk tetap bersangka baik, dan menyebut lelaki aneh itu di dalam hati sebagai orang sholeh.

Setelah sholat Jumat berakhir, sebelum lelaki itu beranjak, Abdullah lebih dulu berdiri dan keluar ruang masjid. Namun saking penasarannya dengan lelaki aneh itu, Abdullah berdiri di samping pintu masjid sambil memperhatikan pria misterius tersebut yang masih berada di dalam masjid. Namun anehnya, berulangkali Abdullah mencari-cari lelaki itu di dalam masjid sudah tidak ada lagi. Padahal, dia yakin betul, bahwa dia lebih dulu keluar masjid, bahkan masih sempat melihat di pintu masjid, si lelaki itu sedang duduk.

Beberapa menit kemudian, saat Abdullah kian penasaran, tiba-tiba lelaki aneh itu muncul dari belakang, kemudian menepuk bahunya. "Mencari siapa gerangan Anda?" ujar lelaki yang tadinya sempat diduga Abdullah orang gila itu.

Abdullah sangat terperanjat, dia tidak menyangka si lelaki aneh itu sudah berada di belakangnya. "Anu...ulun mencari pian," sahut Abdullah.

"Oh ya..., kalau gitu ikuti saya," ucap lelaki aneh itu.

Manakala Abdullah menguntit lelaki aneh itu di belakang, tiba-tiba lelaki itu berhenti di tengah kerumunan jamaah Jumat yang sedang bubar, sambil berteriak-teriak tidak karuan. "Hai manusia....hai manusia..., tahukah Anda, saya ini memiliki minyak wangi. Apakah ada yang tertarik dan mau," teriaknya.

Karena penampilannya yang tidak biasa, lusuh, bahkan terlihat seperti tidak waras, perhatian semua orang tertuju kepada dirinya. Abdullah pun semakin bingung, karena posisinya yang berada di belakang lelaki itu turut menjadi pusat perhatian.

Abdullah berkata dalam hati, "Waduh bagaimana ini? Orang yang saya ikuti ini orang sholeh atau orang gila," gumamnya.

Belum lama hatinya berbisik, tiba-tiba lelaki aneh itu mendekati Abdullah. "Nang...(bahasa Banjar yang berarti wahai anakku), kalau kamu mau pulang silakan duluan," ucap lelaki aneh itu.

Untuk kesekian kalinya, Abdullah kembali terperanjat dan langsung meminta izin pulang duluan. "Mohon izin, saya duluan," ungkap Abdullah.

Tidak jauh dari masjid, Abdullah kembali memalingkan wajah untuk mencari keberadaan lelaki aneh itu. Lagi-lagi dia kebingungan, karena sudah tidak menemukan pria misterius tersebut.

Sejenak Abdullah termenung di tepi jalan sambil memohon petunjuk kepada Allah Swt, "Ya Allah...ya Tuhanku..., sungguh Maha Sempurna Engkau, teryata betapa sulitnya untuk menjaga hati ini agar senantiasa bersangka baik kepada semua makhlukMu. Hanya dengan satu contoh, beberapa saat mengikuti hambaMu yang bersikap seperti tadi (lelaki aneh), hambaMu ini sudah tidak sanggup bertahan. Hanya karena takut dituduh mengikuti orang gila, padahal lelaki itu bukanlah orang gila. Hanya Engkau yang Maha Tahu ya Robb," bisik hati Abdullah.(sir)

Sekilas Biografi Syekh Kasyful Anwar, Peletak Pondasi Pendidikan Ponpes Darussalam

Sekilas biografi Syekh Kasyful Anwar, ulama Banjar yang menjadi peletak pondasi pendidikan Pondok Pesantren Darussalam, Martapura, Kabupaten Banjar, Kalsel. Dia adalah merupakan ulama Banjar yang mencetak ulama-ulama besar lainnya di Kalimantan Selatan.

Baca Juga : https://koranbanjar.net/syekh-kasyful-anwar-ulama-banjar-yang-mencetak-ulama-besar/

Setelahnya muncul ulama seperti KH. Sya'rani Arif, KH Syarwani Abdan Bangil, KH Seman Mulia hingga Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau Guru Sekumpul.

MARTAPURA - Syekh Kasyful Anwar, ulama dari Tanah Banjar yang lahir di Martapura, 28 Maret 1887
dan meninggal di Martapura, 17 November 1940 di usia 53 tahun. Syekh Kasyful Anwat yang dilahirkan pada permulaan abad ke-20.

Ia dikenal sebagai peletak dasar dibentuknya sistem pendidikan formal Pondok Pesantren Darussalam Martapura yang semula berbentuk majelis taklim.

Syekh Kasyful Anwar dilahirkan pada malam Selasa, 4 Rajab 1304 H atau bertepatan 28 Maret 1887 di Kampung Melayu Martapura.

Adapun pendidikannya, antara lain,  mengaji dengan para alim ulama, seperti H. Ismail (ayahnya) dan Syekh Abdullah Khotib (buyut dari Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari). Pada tahun 1313 H ia berangkat ke kota Makkah Al Mukarramah untuk mengaji ilmu agama hingga tahun 1330 H. Karena kepandaiannya ia sempat dipercaya untuk mengajar di Masjidil Haram selama 3 tahun.

Beberaoa guru-gurunya di Makkah adalah Habib Ahmad bin Hasan, Syech Umar Hamdan, Syech Muhammad Yahya bin Muhammad Abu Liman, Syech Muhammad Ali bin Husin bin Ibrohim Al-Maliki, Syech Muhammad bin Abu Bakar Ba Junaid, Syech Sayyid Ahmad bin Abu Bakar bin Muhammad Syattho, Syech Muhammad bin Muhammad Ba Fadhol, Syech Muhammad Ahyad bin Idris Al-Bogori, Syech Muhammad Said Yamani, KH. Muhammad Falaq dan lain-lain.

Syekh Kasyful Anwar dikenal sebagai peletak dasar sistem pendidikan formal Pondok Pesantren Darussalam dari semula berbentuk halaqah (Madrasah Darussalam) yang diprakarsai KH. Jamaluddin dan KH. Hasan Ahmad (tahun 1914).

Ia memperkenalkan penjenjangan mulai dari Tahdiriyah selama 3 tahun, Ibtidaiyah 3 tahun, dan Tsanawiyah 3 tahun. Ia juga melakukan pembaharuan dari aspek kurikulum dengan memasukkan aspek pelajaran umum dalam kurikulum pesantren. Syekh Kaysful Anwar mejadi pimpinan pesantren sejak tahun 1922 hingga 1940.

Dia merupakan ulama besar Martapura dan darinya muncul para ulama besar seperti KH.Anang Sya'rani Arif, KH. Husin Qadri, KH. Syarwani Abdan, KH. Seman Mulia, KH.Salim Ma'ruf, KH. Abdul Qadir Hasan, Syekh M. Zaini bin Abdul Ghani, dan lain-lain.

Ia dapat dikatakan hadlratus syaikh ulama Martapura pada masa itu. Ia wafat pada malam Senin tanggal 18 Syawal 1359 H atau 17 November 1940 dan dimakamkan di kubah Kampung Melayu Martapura.

Syekh Kasyful Anwar juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Kitab karangannya ada yang telah dicetak dan disebarluaskan kepada khalayak umum dan adapula yang masih berupa manuskrip. Kitab-kitab ini umumnya dibuat untuk kepentingan pengajaran di Pondok Pesantren Darussalam dan hingga saat ini masih digunakan sebagai kitab wajib yang menjadi pegangan santri tingkat awaliyah di Pondok Pesantren Darussalam dan pondok-pondok pesantren lain yang berafiliasi dengan Darussalam. Kitab susunannya tersebut di antaranya adalah:

Baca Juga : https://koranbanjar.net/guru-bangil-terkenal-di-makkah-mutiara-dari-tanah-banjar/

Durusutthasrif 4 juz. Kitab tentang ilmu shorof, menguraikan perubahan bentuk-bentuk kata dalam bahasa Arab. Menjadi kitab standar yang digunakan di hampir seluruh pesantren salafiyah di Kalsel

Risalah Fittauhid, jitab berbahasa Arab yang menguraikan tentang dasar-dasar ilmu Tauhid.

Risalah Fiqhiah, kitab berbahasa Arab yang menguraikan tentang dasar-dasar ilmu Fiqih.

Baca Juga : https://koranbanjar.net/tuan-guru-zainal-ilmi-al-banjari-memadamkan-kebakaran-dengan-menyiram-jalan/

Risalah Tajwidil Qur’an, kitab berbahasa melayu yang menguraikan tentang dasar-dasar ilmu Tajwid.(sumber: wikipedia.org/sir)

Makam Syekh Kasyful Anwar di Desa Kampung Melayu, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Kalsel.(foto:koranbanjar.net)



Selasa, 05 Mei 2020

Inilah Daftar Ulama dari Tanah Banjar


Tanah Banjar terkenal dengan ulama-ulama besar. Tanah Banjar telah melahirkan ulama-ulama yang tidak hanya berkaliber lokal, tetapi juga mendunia. Sangat banyak para ulama dari Tanah Banjar yang patut untuk dikenal dan diketahui. Satu di antaranya adalah Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau Guru Sekumpul yang diakui sebagai seorang Wali Allah.
Banyak sekali ulama dari tanah Banjar yang tersebar ke pelosok nusantara maupun pelosok negeri. Tidak sedikit pula ulama-ulama keturunan suku Banjar, yang bergelar Tuan Guru Besar atau syekh, bahkan menjadi pengajar di Masjidil Haram, Tanah Suci Makkah.
Salah satu ulama besar dari Tanah Banjar yang menurunkan dzuriat ulama-ulama tersohor ke seluruh negeri adalah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datu Kelampayan, yang bermakam di Desa Kelampayan, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Salah seorang di antara dzuriat Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari yang sangat terkenal hingga ke mancanegara, Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau Guru Sekumpul. Bahkan Guru Sekumpul juga diakui sebagai Wali Allah.
Dikutip dari www.bangkitmedia.com, Habib Umar bin Hafidz, Yaman adalah salah satu ulama’ masyhur saat ini. Santri-santrinya tersebar luas di berbagai negara, khususnya di Indonesia.
Nama lengkap beliau adalah Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz, Pendiri dan Pengasuh Pesantren Darul Musthofa di Tarim-Hadramaut Yaman (khusus putera). Isteri beliau bernama Syarifah Nuur al-Haidar, Pengasuh Pesantren Daruz-Zahro (khusus bagi puteri).
Suatu saat, Habib Umar mengisahkan kewalian Syaikh Zaini Martapura yang biasa dikenal dengan Guru Sekumpul.
“Ketika Syaikh Zaini sudah wafat, aku sering melihat Syaikh Zaini di Zanbal (maqom para auliya di Hadralmoud) mendatangi para auliya, bertemu dengan para auliya, bertatap muka dengan para auliya. Ketika wafatnya Syaikh Zaini tahun 2005, aku lihat langit terbelah.para malaikat semuanya turun mendatangi Syaikh Zaini,” tegas Habib Umar yang dikenal sangat lembut dan ramah.
“Sewaktu Syaikh Zaini masih hidup, setiap malam Senin di arasy bergemuruh karena suara Syaikh Zaini melantunkan Maulid al-Habsy di majelis maulid di Sekumpul Martapura,” lanjut Habib Umar.
Habib Umar menegaskan bahwa pemegang wali kutub saat itu ada 2 orang, yaitu Habib Abdul Qodir bin Ahmad Asseghaff di Jeddah dan Syaikh Zaini di Martapura.
Guru Sekumpul tak hanya masyhur di masa hidup, tetapi setiap tahun pelaksanaan Haul Guru Sekumpul dihadiri jutaan umat dari berbagai negara. Sehingga tidaklah mengherankan, jika pelaksanaan Haul Abah Guru Sekumpul menjadi haul yang fenomenal, bahkan terbanyak dihadiri jamaah.


Adapun daftar ulama-ulama yang berasal dari Tanah Banjar, antara lain:

Syekh Abdullah, orangtua Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datu Kelampayan yang bermakam di Desa Lok Gabang, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datu Kelampayan. Pengarang Kitab Sabilal Muhtadin, bermakam di Desa Kelampayan, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Syekh Abdussamad atau Datu Sanggul, bermakam di Desa Tatakan, Kabupaten Tapin, Kalsel.

Syekh Muhammad Nafis Al Banjari, Ulama Ahli Fiqih.
Syekh Abdul Hamid Abulung atau Datu Abulung, bermakam di Desa Sungai Batang, Kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar, Kalsel.
Syekh Jamaluddin Surgi Mufti, putra Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, bermakam di Kelurahan Sungai Jingah, Kota Banjarmasin, Kalsel.
Habib Hamid bin Abbas Bahasyim atau Habib Basirih, bermakam di Basirih, Kota Banjarmasin, Kalsel.
Syekh Abdurrahman Siddiq atau Datu Sapat, bermakam di Indragiri Hilir, Tambilahan, Riau.
Datu Kandang Haji, Paringin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Datu Nuraya, Rantau, Kabupaten Tapin, Kalsel.
Syekh Sa’duddin, Kandangan, Gelar Anumerta Datu Taniran (Marhum Taniran)
Dato Ishak Baharom, mantan Mufti Negeri Selangor.
Syekh Husein Kedah Al Banjari, mantan Mufti Negeri Kedah, Malaysia.
Syekh Syihabuddin Al Banjari
Tuan Guru Zainal Ilmi Dalam Pagar, bermakam di Desa Kelampayan, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar, Kalsel.
Tuan Guru Kasyful Anwar, Pimpinan Ponpes Darussalam, bermakam di Desa Kampung Melayu, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Kalsel.
Syekh Abdul Karim Al Banjari, ulama Makkah, pengajar di Masjidil Haram.
Syekh Ahmad Jamhuri Al Banjari Ulama Makkah, pengajar di Masjidil Haram.
Tuan Guru Syarwani Abdan atau Guru Bangil, bermakam di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur.
Tuan Guru Semman Mulia atau Guru Semman Bujang atau Guru Padang (Paman dari Guru Sekumpul), bermakam di Komplek Ar Raudah Sekumpul, Martapura, Kabupaten Banjar, Kalsel.
Tuan Guru Salman Djalil, bermakam di Komplek Ar Raudah Sekumpul, Martapura, Kalsel.
Tuan Guru Anang Sya’rani Arif, Pimpinan Ponpes Darussalam, bermakam di Desa Kampung Melayu, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar.
Tuan Guru Salim Ma’ruf, Pimpinan Ponpes Darussalam Martapura, Kalsel.
Tuan Guru Abdul Qodir, Pimpinan Ponpes Darussalam Martapura, Kalsel , bermakam di Kelurahan Pasayangan Martapura, Kalsel.
KH. Anang Djazouly Semman atau Abah Anang, bermakam di Komplek Pangeran Antasari, Martapura, Kabupaten Banjar, Kalsel.
Tuan Guru Abdul Ghani (orangtua Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau Guru Sekumpul, bermakam di Kelurahan Keraton, Martapura, Kabupaten Banjar, Kalsel.


Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Guru Sekumpul), bermakam di Komplek Ar Raudah Sekumpul, Martapura, Kabupaten Banjar, Kalsel.
KH. Husin Mugeni, bermakam di Desa Tunggul Irang Seberang, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Kalsel.
KH. Badruddin, bermakam di Desa Tunggul Irang Seberang, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Kalsel.
KH. Muhammad Rosyad, bermakam di Desa Tunggul Irang Seberang, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar.
KH. Ramli, bermakam di Kelurahan Keraton Martapura, Kabupaten Banjar, Kalsel.
KH. Abdul Hakim, bermakam di Kelurahan Pasayangan, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Kalsel.
KH. Hasyim Mukhtar El Husaini, Pendiri Ponpes Hidayatullah Martapura, Kalsel.
KH. Nawawi Marfu’, Pendiri Ponpes Hidayatullah Martapura, Kalsel.
KH. Nasrun Thohir, Pendiri Ponpes Hidayatullah Martapura, Kalsel.
Tuan Guru Nuzhan Noor asal Kampung Dalam Pagar, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Kalsel.
Tuan Guru Ibrahim Khaurani, Ahli Thoriqat, bermakam di pesisir pantai Desa Takisung, Kabupaten Tanah Laut, Kalsel.
Tuan Guru Muhammad Nur, Ahli Thoriqot, bermakam di Desa Takisung, Kabupaten Tanah Laut, Kalsel.
Tuan Guru Muhammad Dahlan atau Guru Cantung, bermakam di Sungai Kupang, Kabupaten Kotabaru.
KH. Kasyfuddin asal Kampung Dalam Pagar, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar.
KH. Abdussyukur, Pimpinan Ponpes Darussalam Martapura, Kalsel (mantan Ketua MUI Kabupaten Banjar).
Tuan Guru Muhammad Amin, Pimpinan Ponpes Ibnul Amin Pamangkih, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalsel.
Tuan Guru Zarkasyi asal Antasan Senor, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Kalsel.
Tuan Guru Syukri Yunus asal Antasan Senor, Kecamatan Timur, Kabupaten Banjar, Kalsel.
Tuan Guru Ahmad Bakrie, Pimpinan Ponpes Mursyidul Amin Gambut, Kabupaten Banjar, Kalsel.
KH. Syaifuddin Zuhri , Kota Banjarmasin.
KH. Wildan Salman, Pimpinan Ponpes Tahfidzul Quran di Desa Tanjung Rema, Martapura Kalsel.
Ahmad Fahmi Zamzam, ulama di Kedah, Malaysia.
Ahmad Syamsuddin Al Banjari, ulama

Ahmadi Isa, Ketua MUI Kalteng, guru besar Universitas Palangkaraya.
Amidhan Shaberah, Ketua MUI Pusat
Fauzi Nurani, Ketua MUI Sulawesi Utara
Hasan Basri, Ketua Umum MUI Pusat, Pendiri Bank Muamalat Indonesia
KH. Husin Naparin, ulama dan akademisi di Kota Banjarmasin, Kalsel.
KH.Muhammad Arifin Ilham, Pendakwah, Ketua Majelis Az Zikra.
Muhammad Thoha Ma’ruf, Tokoh NU, Ulama di Sumatea Barat.
Muhammad Yusuf Saigon al-Banjari, ulama di Saigon, Pontianak, Kalbar.
KH Asywadi Syukur, mantan Ketua MUI Kalsel
Dato Seri (DR) Harussani bin Haji Zakaria, mufti negeri Perak, Malaysia.
Syaikh Muhammad Nuruddin Marbu Abdullah Al Banjary Al Makky, salah satu ulama kontemporer madzhab Syafi’ie di Nusantara, pengarang dan pentahqiq puluhan buku berbahasa Arab.
Tuan Guru Masdar asal Desa Sungai Tuan, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar, Kalsel.
Tuan Guru Said Marzuki, bermakam di Desa Dalam Pagar, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Kalsel.
Tuan Guru Irsyad Zein atau Abu Daudi asal Desa Dalam Pagar, Kecamatan Timur, Kabupaten Banjar, Kalsel.
Tuan Guru Mu’az asal Desa Dalam Pagar, Kecamatan Martapura Timur, Kalsel.
KH. Hasanuddin Badruddin, Pimpinan Ponpes Darussalam Martapura (sekarang), Kabupaten Banjar, Kalsel.
Tuan Guru Munawwar, Desa Kampung Melayu, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Kalsel.
KH. Ahmad Zuhdiannoor, Banjarmasin
KH. Muhammad Bakhiet, Barabai-Paringin,, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalsel.
KH. Ahmad Barmawi, Rantau, panggilan akrab Guru Muda atau Guru Kulur, Kabupaten Tapin, Kalsel.
Al-Habib Ali Khaidir bin Hasan Al-Kaff lulusan dari Pasantren Darul Musthofa, Tarim, Hadramaut-Yaman
Al-Habib Zein al-‘Aydarus, Kampung Melayu, Martapura, Kalsel.
KH. Muhammad Ridwan atau Guru Kapuh, Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalsel.
KH. Ahmad Syairazi, Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalsel.
KH. Asmuni, Amuntai, panggilan akrab Guru Danau.
Tuan Guru Muhammad Saman Bin Muhammad (1922-1995) Ustadz Mat Saman Kati, ulama tasawuf dari Perak, Malaysia. (wikipedia.org/berbagai sumber)

Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Guru Sekumpul) dan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (kanan) 

Anak Miskin Ini Dihardik karena Minum di bulan Ramadan

Dalam sebuah literatur yang pernah saya baca, kisah ini sungguh sangat menyentuh. Anak miskin itu berhari-hari tidak makan dan minum, karena tidak memiliki sesuatu yang dimakan atau diminum. Di tengah bulan suci Ramadan, tiba-tiba dia mendapatkan rezeki yang diminum. Karena sudah berhari-hari tak pernah minum, dia pun langsung menikmatinya. Namun apa yang terjadi, dia dihardik oleh orang kaya. 
Di sebuah perkampungan di negeri Bagdad, si anak miskin itu terlihat tak pernah menyentuh makanan maupun minuman hingga berhari-hari. Dia hidup sebatang kara, kedua orangtuanya sudah lama meninggal dunia. Dan dia bisa hidup hanya dari belas kasih orang lain.
Usianya yang terbilang masih sangat belia, membuat anak laki-laki yang berumur sekitar 10 tahun itu juga tidak dapat leluasa mendapatkan pekerjaan yang layak untuk kebutuhan makan setiap hari. Terkadang dia pergi ke pasar untuk mengerjakan sesuatu yang dapat mengundang rasa iba orang lain.
Misal, menawarkan jasa membawa barang dagangan kepada pembeli, atau memungut barang-barang dagangan yang tengah berhamburan di tanah. Suatu waktu, tepat menjelang beberapa hari memasuki bulan suci Ramadan, si anak miskin ini hampir tak mendapatkan rezeki yang bisa dimakan.
Kemudian memasuki bulan Ramadan di hari yang pertama, si anak miskin ini telah mendapat kesempatan untuk melakukan sebuah pekerjaan dari seorang peternak domba, yakni memerah susu domba.
Dia diminta melakukan pekerjaan itu dari pagi hingga menjelang siang. Sebagai upah dari pekerjaan tersebut, si anak miskin ini mendapatkan segelas susu domba yang boleh diminum atau dibawa pulang.
Sementara itu, di kampung yang sama, terdapat seorang kaya yang kikir. Dia memiliki kebun yang sangat luas dan ternak domba yang sangat banyak. Kekikiran membuat dia terkenal sebagai orang kaya yang rakus.
Hari pertama bulan Ramadan tersebut, sepulang dari memerah domba, si anak miskin beristirahat di sebuah pohon yang rindang, sambil membawa segelas susu domba. Cuaca yang terik disertai dahaga yang dialami si anak miskin, karena tidak makan berhari-hari, bahkan hampir tidak pernah menikmati minuman bergizi seperti susu domba, membuatnya tak kuasa menahan haus.
Kemudian dia meminum susu domba itu teguk demi teguk, sambil menikmati kelezatannya. Bersamaan itu, si orang kaya kebetulan melintas di tempat itu, dan langsung berhenti menghampiri si anak miskin. Menyaksikan si anak miskin dengan enaknya minum susu di siang bulan puasa, si orang kaya langsung menghardiknya.
“Dasar anak tidak tahu diri. Di saat semua orang menahan haus dan lapar untuk berpuasa, kamu malah enek-enaknya minum di siang bulan puasa ini. Apakah orangtuamu tidak pernah mengajarkan, bahwa di bulan puasa ini tidak dibolehkan makan maupun minum,” hardik si kaya.
Si anak miskin itu hanya diam sambil menundukkan kepala, menatap isi gelas yang berada di genggamannya. Akan tetapi si orang kaya itu, tak kunjung berhenti untuk menghardiknya. Hingga akhirnya, si anak miskin itu berbicara dengan nada rendah.
“Mohon maaf wahai orangtua. Bukan saya tidak tahu, bahwa saat ini adalah bulan puasa. Dan bukan saya tidak tahu, bahwa di bulan puasa semua orang sedang berpuasa. Semua sudah pernah diajarkan orangtua saya di saat mereka masih hidup, namun sekarang mereka sudah tiada. Saya juga tahu, bahwa di bulan suci ini, kita tidak hanya diperintahkan untuk menahan haus dan lapar, tetapi juga diperintahkan menahan nafsu amarah,” ungkapnya.
“Berhari-hari saya telah menahan lapar dan haus, di saat itu engkau telah menikmati makanan dan minuman yang lezat-lezat, saya tidak pernah minta, marah, apalagi menghardik engkau. Lantas, baru saat ini saya menikmati segelas susu, setelah berhari-hari tidak minum, engkau dengan lantang menghardik dan memarahi saya,” ucap si anak miskin itu.
Mendengar ucapan anak tersebut, si orang kaya itu langsung tersentak. Dia tak mampu menjawab, melainkan hanya bisa diam membisu.(*)

Senin, 04 Mei 2020

Jejak Kita akan Terhapus

HIDUP bak tapak kaki yang membekas di pesisir pantai. Manakala air laut surut, pertanda langkah kaki yang masih berlanjut. Namun begitu air laut pasang, deburan ombak yang berayun ke pesisir akan menghapus seluruh jejak yang membekas pada lantai pasir. 


Pagi berganti siang, siang berganti malam, begitulah peredaran waktu melewati masa dan mengubur kisah manusia satu demi satu. Usia yang tadinya balita, akan berubah menjadi kanak-kanak, remaja, dewasa hingga tua renta.


Ingatlah baik-baik, adakah bekas nenek moyang dan orangtua kita yang abadi. Bangunan yang tadinya kokoh menjadi lapuk, tanaman yang semula tunas kini mengering karena termakan usia. 

Belia akan mengganti yang muda, yang muda menggeser yang tua, dan yang tua akan memasuki alam baka. Peringatan Tuhan sangat jelas. Wajah yang rupawan akan mengeriput, gigi yang rapi akan tanggal satu persatu dan rambut yang hitam lebam akan berubah putih. 

Saksikan diri kita....
Langkah kita tak kan pernah bisa mundur, setiap hari kita sedang menuju alam keabadian. Meski kita memiliki kekayaan seisi alam semesta, namun tak sesaat pun mampu membayar perpanjangan waktu bila sakratul maut tiba. 

Menanti Kematian

Terlalu banyak orang yang sibuk menyusun rencana akan hari esok.
Terlalu banyak orang yang sedang berangan untuk mendapatkan harapan.
Sementara mereka lalai merenungi sebuah kepastian yang nyata.
Mereka lupa bahwa waktu pulang tak dapat diduga dan tak bisa direka
Karena sesungguhnya usia kita sedang menanti sebuah akhir kehidupan, pemutus kenikmatan, pemisah tali silaturrahmi yang disebut KEMATIAN.